Jumat, 04 Mei 2012

Opini Tentang Lingkungan Hidup

Sidang tahunan menteri-menteri pertanian dari 30 negara maju yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan
di Paris, Perancis, 25-26 Februari 2010, telah usai. Mereka telah menghasilkan komunike bersama yang berisi 14 butir kesepakatan, 6 butir rekomendasi, dan 12 butir rencana aksi yang perlu diselesaikan sampai pertengahan dekade ini atau tahun 2015.
Indonesia diundang dalam kapasitas sebagai negara yang berada ”dalam proses menuju negara maju”, bersama Brasil dan Afrika Selatan. Posisi Indonesia di sini sedikit lebih tinggi dibandingkan Argentina dan Romania, yang diundang sebagai pengamat, tetapi lebih rendah dibandingkan Cile, Estonia, Israel, dan Rusia, yang telah resmi menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Indonesia tentu tidak memiliki hak suara dalam penentuan pendapat dalam internal OECD, sebagaimana negara-negara yang baru saja menjadi anggota organisasi tersebut. Akan tetapi, delegasi Indonesia yang dipimpin Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi diberi keleluasaan untuk mengemukakan sikap dan pandangan tentang berbagai hal, termasuk mengenai isu sensitif, seperti dominasi negara maju dalam produksi pangan global, persoalan besar tentang perubahan iklim yang banyak bersumber dari negara maju, dan proteksionisme berlebihan yang diberikan negara maju kepada petani dan sektor pertaniannya secara umum.
Pada esensinya, negara berkembang seperti Indonesia ”tidak mampu” secara ekonomi dan politik melakukan hal serupa negara maju karena sampai dekade pertama abad ke-21 ini masih berkutat menangani masalah mendasar, seperti ketahanan pangan, kemiskinan, dan pembangunan pedesaan.
Strategi berkelanjutan
Salah satu isu yang memperoleh perhatian memadai pada sidang OECD adalah ”pertumbuhan hijau” (green growth), yang menekankan bahwa pembangunan pertanian perlu menjadi bagian tidak terpisahkan dari strategi besar keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Keterbukaan ekonomi seharusnya menjadi arena untuk mendukung perkembangan teknologi dan inovasi yang mampu mendukung ”pertumbuhan hijau” tersebut.
Perubahan iklim telah menjadi tantangan (dan peluang) tersendiri bagi sektor pertanian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan penambatan karbon, dan menjadi inspirasi bagi langkah-langkah adaptasi perubahan iklim yang diperlukan.
Kata kuncinya terletak pada setting kelembagaan dan kebijakan pemerintah, baik di negara maju maupun di negara berkembang, untuk secara konsisten mendorong praktik usaha tani dan keputusan korporat agribisnis, yang mengedepankan keberlanjutan pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup.
Di satu sisi, peningkatan produksi pangan tentu menjadi prioritas utama bagi sektor pertanian. Ini untuk memenuhi permintaan pangan yang senantiasa meningkat dari 6,7 miliar penduduk bumi.
Di sisi lain, penggunaan sumber daya yang juga terbatas juga wajib menjadi prioritas. Tantangan pertanian ke depan, selain harus mampu memberi makan penduduk bumi yang terus bertambah, juga harus mampu menghemat penggunaan sumber daya yang juga amat terbatas.
Peningkatan produktivitas per satuan lahan adalah satu hal, tetapi efisiensi produksi pertanian per satuan sumber daya adalah hal lain yang harus menjadi acuan bagi implementasi ”pertumbuhan hijau” sektor pertanian yang menjadi acuan ke depan.
Misalnya, sekitar 40 persen dari produksi pangan dunia dari lahan beririgasi, yang jumlahnya tidak sampai 18 persen dari total lahan pertanian. Demikian pula sektor pertanian selama ini telah menggunakan sekitar 66 persen air bumi.
Jika tidak ada inovasi teknologi produksi yang signifikan, pada 2020 sistem produksi pertanian akan memerlukan 17 persen air lebih banyak dari tingkat konsumsi air saat ini (World Water Council, 2009).
Ketergantungan sistem produksi pangan pada energi yang berasal dari sumber daya tidak terbarukan tentu mengurangi tingkat efisiensi sistem produksi pangan dan pertanian. Demikian pula tingkat ketergantungan sektor pertanian pada faktor produksi dari bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida, akan menjadi masalah tersendiri di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar