Sidang tahunan menteri-menteri pertanian dari 30 negara maju yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan
di Paris, Perancis, 25-26 Februari 2010, telah usai. Mereka telah
menghasilkan komunike bersama yang berisi 14 butir kesepakatan, 6 butir
rekomendasi, dan 12 butir rencana aksi yang perlu diselesaikan sampai
pertengahan dekade ini atau tahun 2015.
Indonesia diundang dalam kapasitas sebagai negara yang berada ”dalam
proses menuju negara maju”, bersama Brasil dan Afrika Selatan. Posisi
Indonesia di sini sedikit lebih tinggi dibandingkan Argentina dan
Romania, yang diundang sebagai pengamat, tetapi lebih rendah
dibandingkan Cile, Estonia, Israel, dan Rusia, yang telah resmi menjadi
anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Indonesia tentu tidak memiliki hak suara dalam penentuan pendapat
dalam internal OECD, sebagaimana negara-negara yang baru saja menjadi
anggota organisasi tersebut. Akan tetapi, delegasi Indonesia yang
dipimpin Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi diberi keleluasaan
untuk mengemukakan sikap dan pandangan tentang berbagai hal, termasuk
mengenai isu sensitif, seperti dominasi negara maju dalam produksi
pangan global, persoalan besar tentang perubahan iklim yang banyak
bersumber dari negara maju, dan proteksionisme berlebihan yang diberikan
negara maju kepada petani dan sektor pertaniannya secara umum.
Pada esensinya, negara berkembang seperti Indonesia ”tidak mampu”
secara ekonomi dan politik melakukan hal serupa negara maju karena
sampai dekade pertama abad ke-21 ini masih berkutat menangani masalah
mendasar, seperti ketahanan pangan, kemiskinan, dan pembangunan
pedesaan.
Strategi berkelanjutan
Salah satu isu yang memperoleh perhatian memadai pada sidang OECD
adalah ”pertumbuhan hijau” (green growth), yang menekankan bahwa
pembangunan pertanian perlu menjadi bagian tidak terpisahkan dari
strategi besar keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan
hidup.
Keterbukaan ekonomi seharusnya menjadi arena untuk mendukung
perkembangan teknologi dan inovasi yang mampu mendukung ”pertumbuhan
hijau” tersebut.
Perubahan iklim telah menjadi tantangan (dan peluang) tersendiri bagi
sektor pertanian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan
penambatan karbon, dan menjadi inspirasi bagi langkah-langkah adaptasi
perubahan iklim yang diperlukan.
Kata kuncinya terletak pada setting kelembagaan dan kebijakan
pemerintah, baik di negara maju maupun di negara berkembang, untuk
secara konsisten mendorong praktik usaha tani dan keputusan korporat
agribisnis, yang mengedepankan keberlanjutan pembangunan dan pelestarian
lingkungan hidup.
Di satu sisi, peningkatan produksi pangan tentu menjadi prioritas
utama bagi sektor pertanian. Ini untuk memenuhi permintaan pangan yang
senantiasa meningkat dari 6,7 miliar penduduk bumi.
Di sisi lain, penggunaan sumber daya yang juga terbatas juga wajib
menjadi prioritas. Tantangan pertanian ke depan, selain harus mampu
memberi makan penduduk bumi yang terus bertambah, juga harus mampu
menghemat penggunaan sumber daya yang juga amat terbatas.
Peningkatan produktivitas per satuan lahan adalah satu hal, tetapi
efisiensi produksi pertanian per satuan sumber daya adalah hal lain yang
harus menjadi acuan bagi implementasi ”pertumbuhan hijau” sektor
pertanian yang menjadi acuan ke depan.
Misalnya, sekitar 40 persen dari produksi pangan dunia dari lahan
beririgasi, yang jumlahnya tidak sampai 18 persen dari total lahan
pertanian. Demikian pula sektor pertanian selama ini telah menggunakan
sekitar 66 persen air bumi.
Jika tidak ada inovasi teknologi produksi yang signifikan, pada 2020
sistem produksi pertanian akan memerlukan 17 persen air lebih banyak
dari tingkat konsumsi air saat ini (World Water Council, 2009).
Ketergantungan sistem produksi pangan pada energi yang berasal dari
sumber daya tidak terbarukan tentu mengurangi tingkat efisiensi sistem
produksi pangan dan pertanian. Demikian pula tingkat ketergantungan
sektor pertanian pada faktor produksi dari bahan kimia, seperti pupuk
dan pestisida, akan menjadi masalah tersendiri di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar